Gagal Jantung

Posted: Maret 27, 2010 in Penyakit dalam
Tag:

Gagal jantung adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala), ditandai oleh sesak napas dan kelelahan (saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur dan fungsi jantung.1

Gagal jantung merupakan masalah dunia luas, yang menyerang lebih dari 20 juta orang. Prevalensi gagal jantung meningkat sesuai usia, menyerang sekitar 6-10% dari orang usia diatas 65 tahun. Insidennya lebih banyak pada pria dibanding wanita.2

Di negara industri, penyakit jantung koroner (PJK) menjadi penyebab utama pada pria dan wanita,yaitu sekitar 60-75% dari kasus gagal jantung. Hipertensi berperan dalam gagal jantung pada 75% pasien, termasuk pasien-pasien penyakit jantung koroner. PJK dan hipertensi, kedua-duanya sama-sama meningkatkan resiko gagal jantung.2,3

Gagal jantung merupakan akibat dari berkurangnya kontraktilitas dan daya pompa sehingga diperlukan inotropik untuk meningkatkannya dan diuretic serta vasodilator untuk mengurangi beban. Gagal jantung juga dianggap sebagai remodelling progresif akibat beban/penyakit pada miokard, sehingga pencegahan progresivitasnya dengan penghambat ACE atau ARB.1,3

Kriteria Framingham dapat dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif. Yang terdiri dari kriteria mayor (paroksismal nokturnal dyspnea, distensi vena leher, ronki paru, kardiomegali, edema paru akut, gallop S3, peninggian tekanan vena jugularis, refluks hepatojugular) dan kriteria minor (edema ekstremitas, Dyspnea d’effort, hepatomegali, efusi pleura, takikardia (>120/menit). Diagnosis dapat ditegakkan minimal ada 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor.1,2,4

LAPORAN KASUS

Seorang penderita laki-laki, umur 78 tahun datang ke RSUP Prof Dr R. D. Kandou Manado tanggal 10 Agustus 2009 dengan keluhan utama sesak napas. Dari anamnesis ditemukan sesak napas mulai dirasakan penderita sejak ± 2 minggu SMRS. Sesak semakin berat jika beraktifitas, seperti mandi atau berjalan. Penderita juga sering terbangun malam hari karena sesak. Penderita merasa lebih nyaman jika tidur menggunakan 2-3 bantal. Penderita beberapa kali mengalami nyeri dada sebelah kiri yang dirasakan menjalar sampai ke belakang dan kedua tangan terasa kram. Batuk juga dialami penderita sejak 2 minggu SMRS, lendir berwarna putih, darah tidak ada. Panas tidak ada, mual dan muntah tidak ada. Nyeri kepala dirasakan seperti ditusuk-tusuk sejak 2 minggu yang lalu. Kedua kaki bengkak sejak ± 1 bulan y.l. Riwayat Hipertensi (+) sejak ± 10 tahun yang lalu dan Stroke ± 2 tahun yang lalu. Riwayat penyakit jantung, ginjal, hati, dan kencing manis disangkal penderita. Pada riwayat keluarga, hanya penderita yang sakit seperti ini.

Dari pemeriksaan fisik pada penderita didapatkan keadaan umum penderita sedang, kesadaran compos mentis, dengan tanda vital tekanan darah 150/90 mmHg, Nadi 100x/m,ireguler, Respirasi 28x/m, Suhu badan 36,20C. Kulit berwarna sawo matang, lapisan lemak kesan cukup. Edema tidak ada. Turgor kembali dengan cepat. Tidak ada effloresensi, jaringan parut ataupun pigmentasi.

Bentuk kepala mesocephal, rambut warna hitam dan sukar dicabut, ubun-ubun besar tertutup, tidak ada edema pada wajah (moon face). Mata tidak ditemukan eksoftalmus, tekanan bola mata normal, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, refleks kornea normal, pupil bulat isokor, refleks cahaya positif, lensa mata jernih. Daun telinga normal, terdapat liang telinga, membran timpani utuh dan tidak ditemukan sekret dari telinga. Tidak ditemukan kelainan septum dan lubang hidung, konka tidak hiperemis dan tidak terdapat sekret dari hidung. Bibir tidak sianosis, gigi-geligi tidak ditemukan caries, selaput lendir basah, Lidah tidak ditemukan tanda beslag, gusi tidak ada perdarahan. Tonsil berukuran normal T1-T1 tidak hiperemis, faring tidak hiperemis.

Pada leher ditemukan trakea letak tengah, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tekanan vena jugular dalam batas normal 5 ± 3 cm.

Dada berbentuk normal, pada inspeksi dada simetris, tidak ditemukan retraksi dinding dada. Pada inspeksi paru ditemukan gerakan napas simetris kiri dengan kanan. Palpasi ditemukan stem fremitus kiri sama dengan kanan, perkusi didapatkan sonor pada dada kiri dan kanan, pada auskultasi terdengar suara pernapasan vesikuler, terdapat ronkhi minimal di daerah basal paru-paru kanan dan kiri, namun tidak ditemukan wheezing. Detak jantung 120 x/menit, iregular, iktus kordis tidak tampak, iktus kordis tidak teraba, batas jantung kiri di linea midclavicularis kiri ICS VI, batas jantung kanan di linea parasternal kanan ICS IV, bunyi jantung I dan II normal, tidak ditemukan bising jantung, M1>M2, T1>T2, A1P2.

Pada inspeksi abdomen terlihat datar, pada palpasi dinding abdomen teraba lemas, hepar dan lien tidak teraba, tidak ada ballotement. Pada perkusi didapatkan bunyi tympani. Pada auskultasi bising usus normal.

Penderita berjenis kelamin laki-laki, normal. Bagian akral anggota gerak hangat, terdapat  edema pada kaki kiri dan kanan, tidak ditemukan jari-jari tabuh, tidak ditemukan sianosis. Tidak ditemukan deformitas, tonus dan kekuatan normal. Refleks fisiologis positif normal, refleks patologis tidak ada.

Hasil pemeriksaan laboratorium saat penderita masuk rumah sakit hemoglobin 12,5 g/dl,  eritrosit 4,56 .106/mm3, leukosit 4.800/mm3, trombosit 121.000/mm3, MCV 87 µm3 , MCHC 31,3g/dl, GDS 91, Ureum 56, Creatinin 2,1, Na 138 mmol, K 4,8 mmol, Cl 110 mmol.

Hasil EKG pada pasien ini didapatkan Irama Ireguler, HR 120x/m, gelombang P jumlahnya tidak dapat diidentifikasi, interval P-R tidak dapat dihitung, kompleks QRS normal. Kesan: AF Rapid Respons. Serta hasil x-foto thorax CTR > 50%, kesan: cardiomegaly.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,  penderita didiagnosa sebagai CHF Fc III ec HHD, HPT stg I, AF Rapid Respon. Dan diterapi dengan bed rest posisi ½ duduk, O2 3L/m, pemasangan  Veinflon, Furosemid injeksi intravena sekali sehari, Bisoprolol tablet 5 mg setengah tablet tiap pagi hari, Aspilet tablet 80mg tiap siang hari, ISDN 5 mg tablet 3 kali sehari, Captopril 25 mg tablet 3 kali sehari, Digoksin 0,25mg tablet sekali sehari. Dan direncanakan untuk pemeriksaan asam urat, profil lipid, SGOT, SGPT, dan urinalisis.

Pengamatan Lanjut:

Hari Perawatan I (11 Agustus 2009)

Keluhan penderita berupa sesak masih ada. Keadaan umum penderita sedang, kesadaran komposmentis. Tekanan darah 120/70 mmHg, Nadi  81x/m, ireguler, Respirasi 24x/m, Suhu badan 36,10C. Pada pemeriksaan fisik ronkhi +/+ minimal di basal paru dan pada ekstremitas terdapat edema di kedua kaki. Diterapi dengan bed rest posisi ½ duduk, O2 3L/m, Veinflon, Furosemid injeksi intravena sekali sehari, Bisoprolol tablet 5 mg setengah tablet tiap pagi hari, Aspilet tablet 80mg tiap siang hari, ISDN 5 mg tablet 3 kali sehari, Captopril 25 mg tablet 3 kali sehari, Digoksin 0,25mg tablet sekali sehari.

Hari Perawatan II (12 Agustus 2009)

Keluhan penderita berupa sesak berkurang. Keadaan umum penderita sedang, kesadaran komposmentis. Tekanan darah 120/70 mmHg, Nadi  80x/m, regular, Respirasi 24x/m, Suhu badan 360C. Pada pemeriksaan fisik ronkhi +/+ minimal di basal paru dan pada ekstremitas terdapat edema di kedua kaki. Diterapi dengan bed rest posisi ½ duduk, O2 3L/m,  Veinflon, Furosemid injeksi intravena sekali sehari, Bisoprolol tablet 5 mg setengah tablet tiap pagi hari dihentikan, Aspilet tablet 80mg tiap siang hari, ISDN 5 mg tablet 3 kali sehari, Captopril 25 mg tablet 3 kali sehari, Digoksin 0,25mg tablet sekali sehari.

Hasil lab yang masuk hari ini: Hasil Lab: As.urat : 10,5, SGOT : 25,

SGPT: 14, Choles. Total : 125, HDL: 36, LDL: 71, Trigliserid: 91, Urinalisis: Epitel : 3-4, Eritrosit: 1-2, Leuko: 6-8.

Hari Perawatan III (13 Agustus 2009)

Keluhan penderita berupa sesak sudah tidak ada. Keadaan umum penderita cukup, kesadaran komposmentis. Tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 72x/m, regular, Respirasi 20x/m, Suhu badan 36,20C. Pada pemeriksaan fisik ronkhi / di basal paru dan pada ekstremitas terdapat edema di kedua kaki.

Diterapi dengan bed rest posisi ½ duduk, O2 3L/m dicabut, Veinflon, Furosemid injeksi intravena dua ampul dipagi hari dan dua ampul siang hari, Aspilet tablet 80mg tiap siang hari, ISDN 5 mg tablet 3 kali sehari, Captopril 25 mg tablet 3 kali sehari, Digoksin 0,25mg tablet sekali sehari. Ditambah Warfarin (simark) 2mg tablet sekali sehari, Allopurinol 100mg tablet tiap pagi hari, Spironolakton 25mg tiap pagi hari.

Hari Perawatan IV (14 Agustus 2009)

Keluhan penderita berupa sesak sudah tidak ada. Keadaan umum penderita cukup, kesadaran komposmentis. Tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 72x/m, regular, Respirasi 20x/m, Suhu badan 36,20C. Pada ekstremitas terdapat edema di kedua kaki.

Penderita direncanakan rawat jalan dan kontrol di poli jantung. Sehingga terapi yang diberikan yaitu Veinflon dicabut, Furosemid injeksi intravena diganti dengan furosemid 40mg dua tablet di pagi hari, Aspilet tablet 80mg tiap siang hari, ISDN 5 mg tablet 3 kali sehari, Captopril 25 mg tablet 3 kali sehari, Digoksin 0,25mg tablet sekali sehari, Warfarin (simark) 2mg tablet sekali sehari, Allopurinol 100mg tablet tiap pagi hari, Spironolakton 25mg tiap pagi hari.

PEMBAHASAN

Gagal jantung kongestif adalah keadaan dimana jantung tidak mampu memompa darah dalam jumlah memadai untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh. Gejala dari gagal jantung kongestif gejala yang timbul dapat berupa dispnea, akibat penimbuan cairan dalam alveoli yang mengganggu pertukaran gas, dapat terjadi saat istirahat atau dicetuskan oleh gerakan yang minimal atau sedang; Paroksismal nokturnal dispnea yaitu adanya sesak pada malam hari; Ortopnea yaitu adanya kesulitan bernapas saat berbaring; batuk, biasanya berupa batuk kering dan basah yang menghasilkan sputum berbusa dalam jumlah banyak kadang disertai banyak darah; mudah lelah, akibat terjadi gangguan sirkulasi sehingga terjadi penurunan pasokan oksigen ke sel serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. Kegelisahan akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernapas, dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.

Dari hasil anamnesis pada pasien ini didapatkan adanya sesak nafas yang dirasakan sejak 2 minggu yang lalu, namun menghebat dalam 12 jam terakhir SMRS. Sejak 2 minggu terakhir pasien sering terbangun malam hari karena sesak, keadaan ini menunjukan adanya paroksismal nocturnal dispnea. Penderita lebih merasa nyaman dengan menggunakan 2-3 bantal menunjukan adanya ortopnea. Selain itu sejak ± 1 bulan kedua kaki penderita bengkak. Batuk juga dialami penderita sejak 2 minggu yang lalu, lendir (+) warna putih.

Pada pemeriksaan fisik pasien dengan gagal jantung kongesti dapat ditemukan adanya distensi vena leher, rhonki paru, kardiomegali, edema paru akut, gallop S3, peningkatan tekanan vena jugularis, refluks hepatojugular, edema ekstremitas, hepatomegali, efusi pleura, penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal, takikardia (>120/m).

Sedangkan dari hasil pemeriksaan fisik  pada pasien ini ditemukan tekanan vena jugularis yang meningkat yaitu 5 + 3 cmH2O, pada auskultasi paru didapatkan adanya rhonki di basal paru kanan dan kiri. Pada perkusi jantung didapatkan batas kanan pada ICS V linea parasternal dekstra dan batas kiri pada ICS VI linea mid clavikularis sinistra, sedangkan pada auskultasi jantung tidak di dapatkan adanya bising.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa CHF yaitu : pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG) yang memberikan gambaran adanya hipertropi atrial atau ventrikel, penyimpangan aksis, iskemia, disritmia, takikardi, fibrilasi atrial dan X-foto thoraks yang dapat menunjukkan adanya pembesaran jantung,baik yang mencerminkan dilatasi atau hipertropi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah abnormal. Sedangkan pada kasus kami gambaran EKG menunjukkan AF rapidrespon (HR :120  x/m), dan X- foto thoraks memberikan kesan adanya pembesaran jantung.

Diagnosis dari kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Kriteria Framingham dapat dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif yang terdiri dari kriteria mayor : 1) Paroksismal nocturnal dispnea. 2) Distensi vena leher. 3) Rhonki paru. 4) Kardiomegali. 5) Edema paru akut 6) Gallop S3. 7) Peningkatan tekanan vena jugularis. 8) Refluks hepatojugular; dan kriteria minor :1) Edema ekstremitas. 2) Batuk malam hari. 3) Dyspneu d’effort. 4) Hepatomegali. 5) Efusi pleura. 6) Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal. 7) Takikardi (>120x/menit)

Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2 kriteria minor atau 2 kriteria major.

Berikut ini adalah klasifikasi fungsional gagal jantung kongestif berdasarkan New York Association (NYHA) : I) bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan. II) Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas sehari-hari tanpa keluhan. III) bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa keluhan. IV) bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apapun dan harus tirah baring.

Pada kasus ini dipenuhi 4 kriteria major yaitu berupa paroksismal nokturnal dispnea, rhonki paru, kardiomegali, peninggian tekanan vena jugularis dan adanya gejala dan tanda edema paru akut, serta dipenuhi 3 kriteria minor yaitu berupa batuk malam hari, dispnea d’effort,dan edema ekstremitas. Berdasarkan klasifikasi NYHA, penderita digolongkan CHF fungsional III, karena penderita tidak dapat melakukan aktivitas apapun tanpa keluhan.

Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Pada beberapa keadaan sangat sulit untuk menentukan penyebab dari gagal jantung. Terutama pada keadaan yang terjadi bersamaan pada penderita.

Pada Framingham Study mengungkapkan, 90 persen gagal jantung kongestif (CHF) disebabkan penyakit jantung koroner dan hipertensi.

Penyakit jantung koroner pada Framingham Study dikatakan sebagai penyebab gagal jantung pada 46% laki-laki dan 27% pada wanita. Faktor risiko koroner seperti diabetes dan merokok juga merupakan faktor yang dapat berpengaruh pada perkembangan dari gagal jantung. Selain itu berat badan serta tingginya rasio kolesterol total dengan kolesterol HDL juga dikatakan sebagai faktor risiko independen perkembangan gagal jantung.

Hipertensi telah dibuktikan meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung pada beberapa penelitian, dimana hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui beberapa mekanisme, termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko terjadinya infark miokard.

Fibrilasi Atrium seringkali timbul bersamaan dengan gagal jantung dan mempunyai hubungan yang bermakna dengan kelainan struktural akibat penyakit jantung maupun penyakit sistemik non kardiak seperti hipertensi. Manifestasi klinik FA dapat simtomatik dapat pula asimtomatik. Gejala FA sangat bervariasi tergantung dari kecepatan laju irama ventrikel, lamanya FA, penyakit yang mendasarinya. Sebagian mengeluh berdebar-debar, sakit dada terutama saat beraktivitas, sesak nafas, cepat lelah, sinkop.UI Diagnosis ditegakkan dengan EKG.

Gagal jantung juga dapat disebabkan oleh adanya regurgitasi mitral dan stenosis aorta. Dimana regusgitasi mitral (dan regurgitasi aorta) menyebabkan kelebihan beban volume (peningkatan preload) sedangkan stenosis aorta menimbulkan beban tekanan (peningkatan afterload).

Pada kasus kami, penderita mempunyai riwayat hipertensi sejak 10 tahun, tidak terkontrol, dan pernah mengalami stroke ± 2 thn y.l. Dari anamnesis penderita juga pernah beberapa kali mengalami nyeri dada saat aktivitas, namun nyeri hilang jika penderita beristirahat. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tensi 150/90 mmHg, nadi 100x/m, ireguler, respirasi 28x/m. Hasil pemeriksaan EKG pada pasien ini menunjukkan adanya AF rapidrespon (HR : 120x/m).

Dengan demikian dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan didukung dengan pemeriksaan penunjang maka penderita pada kasus kami didiagnosa dengan Gagal jantung kongesti fungsional III, Fibrilasi atrial, hipertensi derajat I, Susp. Pneumonia.

Prinsip penatalaksanaan gagal jantung kongestif adalah meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi O2 melalui istirahat/pembatasan aktivitas, mengurangi beban awal dengan pembatasan cairan, pemberian diuretik dan vasodilator, mengurangi beban akhir dengan pemberian ACE antagonis dan prasosin, serta memperbaiki kontraktilitas dengan pemberian inotropik. Pada kasus kami, terapi yang diberikan yaitu Bed Rest Posisi ½ duduk, O2 3L/m, Veinflon, Furosemid 1-0-0 iv, Bisoprolol 5 mg ½-0-0, Aspilet 80mg 0-1-0, ISDN 3×5 mg, Captopril 3×25 mg, Digoksin 1×0,25mg.

Meskipun banyak peningkatan dalam evaluasi dan penanganan dari gagal jantung, gejala-gejala dari gagal jantung masih memberikan prognosis yang buruk. Namun pada pasien ini prognosisnya cukup baik karena karena kondisi penderita mengalami perbaikan dalam perawatan.

Tinggalkan komentar